Kamis, 11 September 2014
HUKUM PIDANA
1.
PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
Hukum pidana dapat
dibagi/dibedakan dari berbagai segi, antara lain sebagai berikut:
1. Hukum
pidana dalam arti objek tif atau ius poenale adalah
hukum pidana yang dilihat dari larangan-larangan berbuat, yaitu larangan yang
disertai dengan ancaman pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut
(hukum pidana materiil)
2. hukum
pidana dalam arti subjektif atau
ius poenandi merupakan aturan yang berisi hak atau kewenangan negara
untuk :
·
Menentukan larangan-larangan dalam
upaya mencapai ketertiban umum.
·
Memberlakukan (sifat memaksa) hukum
pidana yang wujudnya dengan menjatuhkan pidana kepada si pelanggar larangan.
·
Menjalankan sanksi pidana yang telah
dijatuhkan oleh negara kepada pelanggar hukum.
·
Kepada siapa berlakunya hukum pidana
3. Hukum
pidana materiil dan hukum pidana formil
Menurut van Hattum:
Hukum pidana materiil
yaitu semua ketentuan dan peraturan yang menunjukkan tentang tindakan-tindakan
yang mana adalah merupakan tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah
orangnya yang dapat dipertanggungjawabkan ter-hadap tindakan-tindakan tersebut
dan hukuman yang bagai-mana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut,
disebut juga dengan hukum pidana yang abstrak.
Hukum pidana formil
memuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana
yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara konkrit. Biasanya orang
menyebut jenis hukum pidana ini sebagai hukum acara pidana.
4. Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd)
dan hukum pidana yang tidak dikodifikasikan (niet gecodificeerd)
Hukum pidana yang
dikodifikasikan misalnya adalah: Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Militer, dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP);
Hukum pidana yang tidak
dikodifikasikan misalnya berbagai ketentuan pidana yang tersebar di luar KUHP,
seperti UU Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi), UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi,
UU (drt) No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, dll
5. Hukum
pidana bagian umum (algemene deel) dan hukum pidana bagian khusus (bijzonder
deel)
Hukum pidana bagian umum ini memuat asas-asas
umum sebagaimana yang diatur di dalam Buku I KUHP yang menga-tur tentang
Ketentuan Umum;
Hukum pidana bagian
khusus itu memuat/mengatur tentang Kejahatan-kejahatan dan
Pelanggaran-pelanggaran, baik yang terkodifikasi maupun yang tidak
terkodifikasi.
6. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht)
dan hukum pidana khusus bijzonder strafrecht)
van Hattum dalam P.A.F.
Lamintang menyebutkan bahwa hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dengan
sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi setiap orang (umum), sedang-kan
hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk
untuk diberlakukan bagi orang-orang ter-tentu saja misalnya bagi anggota
Angkatan Besenjata, ataupun merupakan hukum pidana yang mengatur tindak pidana
tertentu saja misalnya tindak pidana fiskal.15
7. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak
tertulis1
8. Hukum
pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana lokal (plaatselijk
strafrecht) Hukum pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga disebut
sebagai hukum pidana nasional.17 Hukum
pidana umum adalah hukum pidana yang dibentuk oleh Pemerintah Negara Pusat yang
berlaku bagi subjek hukum yang berada dan berbuat melanggar larangan hukum
pidana di seluruh wilayah hukum negara. Sedangkan hukum pidana lokal adalah
hukum pidana yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang berlaku bagi subjek hukum
yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di dalam wilayah hukum
pemerintahan daerah tersebut. Hukum pidana lokal dapat dijumpai di dalam
Peraturan Daerah baik tingkat Propinsi, Kabupaten maupun Pemerintahan Kota.
9. Selain
itu atas dasar wilayah berlakunya hukum, hukum pidana masih juga dapat
dibedakan antara hukum pidana nasional dan hukum pidana internasional (hukum
pidana supranasional). Hukum pidana internasional adalah hukum pidana yang
dibuat, diakui dan diberlakukan oleh banyak atau semua negara di dunia yang
didasarkan pada suatu konvensi internasional, berlaku dan menjadi hukum
bangsa-bangsa yang harus diakui dan diberlaku-kan oleh bangsa-bangsa di dunia,
seperti: Hukum pidana internasional yang bersumber pada Persetu-juan London
(8-8-1945) yang menjadi dasar bagi Mahkamah Militer Internasional di Neurenberg
untuk mengadili pen-jahat-penjahat perang Jerman dalam perang dunia kedua;
2.
. FUNGSI/TUJUAN HUKUM
PIDANA
Tirtaamidjaya
menyatakan maksud diadakannya hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat.28
Secara umum hukum pidana berfungsi untuk mengatur
kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.
Manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupannya yang
berbeda-beda terkadang mengalami pertentangan antara satu dengan yang lainnya,
yang dapat menimbulkan kerugian atau mengganggu kepentingan orang lain. Agar
tidak menimbulkan kerugian dan mengganggu kepentingan orang lain Dasar-Dasar
Hukum Pidana ada dua aliran dibentuk nya
peraturan hokum pidana yaitu :
1.
Aliran klasik
Menurut aliran klasik (de
klassieke school/de klassieke richting) tujuan susunan hukum pidana itu
untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa (Negara). Peletak dasarnya
adalah Markies van Beccaria yang menulis tentang "Dei delitte edelle
pene" (1764). Di dalam tulisan itu menuntut agar hukum pidana harus
diatur dengan undang-undang yang harus tertulis. Pada zaman sebelum pengaruh
tulisan Beccaria itu, hukum pidana yang ada sebagian besar tidak tertulis dan
di samping itu kekuasaan Raja Absolute dapat menyelenggarakan pengadilan yang
sewenang-wenang dengan menetapkan hukum menurut perasaan dari hakim sendiri.
Penduduk tidak tahu pasti perbuatan mana yang dilarang dan beratnya pidana yang
diancamkan karena hukumnya tidak tertulis. Proses pengadilan berjalan tidak
baik, sampai terjadi peristiwa yang menggemparkan rakyat seperti di Perancis
dengan kasus Jean Calas te Toulouse (1762) yang dituduh membunuh anaknya
sendiri bernama Mauriac Antoine Calas, karena anaknya itu terdapat mati di
rumah ayahnya. Di dalam pemeriksaan Calas tetap tidak mengaku dan oleh hakim
tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana mati dan pelaksanaannya dengan guillotine.
Masyarakat tidak puas, yang menganggap Jean Calas tidak ber-salah membunuh
anaknya, sehingga Voltaire mengecam putusan pengadilan itu, yang ternyata
tuntutan untuk memeriksa kembali perkara Calas itu dikabulkan. Hasil
pemeriksaan ulang menyata-kan Mauriac mati dengan bunuh diri. Masyarakat
menjadi gempar karena putusan itu, dan selanjutnya pemuka-pemuka masyarakat
seperti J.J. Rousseau dan Montesquieu turut menuntut agar kekuasaan Raja dan
penguasa-penguasanya agar dibatasi oleh hukum tertulis atau undang-undang.
Semua peristiwa yang diabadikan itu adalah usaha untuk melindungi individu guna
kepentingan hukum perseorangan.
Oleh karenanya mereka
menghendaki agar diadakan suatu pera-turan tertulis supaya setiap orang mengetahui
tindakan-tindakan mana yang terlarang atau tidak, apa ancaman hukumannya dan
lain sebagainya. Dengan demikian diharapkan akan terjamin hak-hak manusia dan kepentingan perseorangan
2. Aliran
modern
Aliran modern (de moderne school/de
moderne richting) menga-jarkan tujuan susunan hukum pidana itu untuk
melindungi masya-rakat terhadap kejahatan. Sejalan dengan tujuan tersebut,
perkem-bangan hukum pidana harus memperhatikan kejahatan serta kea-daan
penjahat. Kriminologi
yang objek penelitiannya antara lain adalah tingkah laku orang perseorangan dan
atau masyarakat ada-lah salah satu ilmu yang memperkaya ilmu pengetahuan hukum
pidana. Pengaruh kriminologi sebagai bagian dari social science menimbulkan
suatu aliran baru yang menganggap bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk
memberantas kejahatan agar ter-lindungi kepentingan hukum masyarakat.
Berikut ini disebutkan pula beberapa
pendapat yang dikemuka-kan tentang fungsi/tujuan hukum pidana:
Menurut Sudarto fungsi hukum pidana itu
dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Fungsi
yang umum
Hukum pidana merupakan
salah satu bagian dari hukum, oleh karena itu fungsi hukum pidana juga sama
dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan
atau untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat; Dasar-Dasar Hukum Pidana 13
2. Fungsi
khusus
Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi
kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memper-kosanya (rechtsguterschutz)
dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan
dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya. Dalam sanksi pidana itu
terdapat suatu tragic (suatu yang menyedihkan) sehingga hukum pidana
dikatakan sebagai „mengiris dagingnya sendiri‟ atau seba-gai „pedang bermata dua‟, yang bermakna
bahwa hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan hukum
(misalnya: nyawa, harta benda, kemerdekaan, kehormatan), namun jika terjadi
pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru mengenakan perlukaan
(menyakiti) kepentingan (benda) hukum si pelanggar. Dapat dikatakan bahwa hukum
pidana itu memberi aturan-aturan untuk menaggulangi perbuatan jahat. Dalam hal
ini perlu diingat pula, bahwa sebagai alat social control fungsi hukum
pidana adalah subsidair artinya hukum pidana hendaknya baru diadakan
(dipergunakan) apabila usaha-usaha lain kurang memadai.
Adami Chazawi menyebutkan bahwa, sebagai
bagian dari hukum publik hukum pidana berfungsi:
1. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan
atau perbuatan-perbuatan yang menyerang atau memperkosa kepentingan hukum
tersebut
Kepentingan hukum yang wajib dilindungi
itu ada tiga macam, yaitu:
a. Kepentingan hukum perorangan (individuale
belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa),
kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda,
kepentingan hukum terhadap harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap
rasa susila, dan lain sebagainya;
b. Kepentingan hukum masyarakat (sociale of
maatschappe-lijke belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan
dan ketertiban umum, ketertiban berlalu-lintas di jalan raya, dan lain
sebagainya;
c. Kepentingan hukum negara (staatsbelangen),
misalnya ke-pentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara,
kepentingan hukum terhadap negara-negara saha-bat, kepentingan hukum terhadap
martabat kepala negara dan wakilnya, dan sebagainya
2. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam
rangka negara men-jalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum
3. Mengatur
dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara melaksanakan fungsi
perlindungan atas kepentingan hukum.
Menurut Van Bemmelen, hukum pidana itu
membentuk norma-norma dan pengertian-pengertian yang diarahkan kepada tujuannya
sendiri, yaitu menilai tingkah laku para pelaku yang dapat dipidana.40
Van Bemmelen menyatakan, bahwa hukum pidana itu sama
saja dengan bagian lain dari hukum, karena seluruh bagian hukum menentukan
peraturan untuk menegakkan norma-norma yang diakui oleh hukum. Akan tetapi
dalam satu segi, hukum pidana menyimpang dari bagian hukum lainnya, yaitu dalam
hukum pidana dibicarakan soal penambahan penderitaan dengan sengaja dalam
bentuk pidana, walaupun juga pidana itu mempunyai fungsi yang lain dari pada
menambah penderitaan. Tujuan utama semua bagian hukum adalah menjaga
ketertiban, ketenangan, kesejahteraan dan kedamaian dalam masyarakat, tanpa
dengan sengaja menimbulkan penderitaan.41
Selanjutnya Van Bemmelen menyatakan,
bahwa hukum pidana itu merupakan ultimum remidium (obat terakhir).
Sedapat mungkin diba-tasi, artinya kalau bagian lain dari hukum itu sudah tidak
cukup untuk menegakkan norma-norma yang diakui oleh hukum, barulah hukum pidana
diterapkan. Ia menunjuk pidato Menteri Kehakiman Belanda Modderman yang antara
lain menyatakan bahwa ancaman pidana itu harus tetap merupakan suatu ultimum
remidium. Setiap ancaman pidana ada keberatannya, namun ini tidak berarti
bahwa ancaman pidana akan ditiadakan, tetapi selalu harus mempertimbangkan
untung dan rugi ancaman pidana itu, dan harus menjaga jangan sampai terjadi obat
yang diberikan lebih jahat daripada penyakit
3. ILMU
PENGETAHUAN HUKUM PIDANA
Obyek ilmu
pengetahuan hokum pidana (IPHP) adalah mempelajari asas asas dan peraturan
peraturan hokum pidana yang berlaku dan menghubungkannya dengan lainnya,
mengatur penempatan asas asas/ peraturan peraturan tersebut dalam suatu
sistematika. Tugas dari IPHP adalah untuk mempelajari dan menjelaskan
(interpretasi) hokum pidana yang berlaku pada sewaktu waktu dan Negara
tertentu, mempelajari norma norma dalam hubungan nya dengan pemidanaan
(kontruksi), dan berurutan (sistematika)
Langganan:
Postingan (Atom)